MENGENAL DISGLOSIA
Definisi Disglosia
Definisi disglosia menurut para ahli :
Lucille Nicolosia
(2004) : “dysglosia, is a developmental abnormality of the tongue in
which the two anterior portions
fail to fuse. Syn:bifid of forked tongue:glossoschizis.
Suzan Elias (2004)
: Disglosia
merupakan istilah yang digunakan untuk kelainan anatomi dan stuktur wajah yang dapat menyebabkan kesalahan
dalam suara ucapan. Hal ini terjadi karena ada gangguan pada proses tumbuh kembang sehingga
ada ketidaksempurnaan pembentukan stuktur alat-alat ucap/articulator.
Disglosia adalah kelainan
atau gangguan berbicara, yang menyebabkan distorsi
berupa: glotal stop, faringeal frikatif, nasaliti, dan nasal
emisi yang disebabkan karena kelainan
bentuk anatomi dan stuktur organ artikulasi
seperti adanya celah bibir dan celah langit-langit. Terjadi
karena adanya gangguan
pada proses tumbuh kembang, biasanya dibawa sejak lahir.
Kelainan bentuk anatomi ini selain terjadi pada
palatum, bibir, dan juga terjadi pada rahang, lidah, gigi, dan wajah (craniofacial). Bibir sumbing dan celah langit-langit biasanya terjadi diawal
kehamilan dan hal itu terjadi ketika bibir atau mulut bayi tidak terbentuk
dengan benar di awal kehamilan. Kata cleft berarti terbelah atau pecah. Bibir sumbing
adalah lubang di bibir atas dan hidung. Celah langit-langit adalah bukaan di
langit-langit mulut (palatum).
Gejala utamanya adalah adanya sumbing
saat lahir. Bibir sumbing bisa sekecil lekukan kecil di bibir atas. Bisa juga
sebesar belahan atau lubang yang naik ke hidung. Celah langit-langit bisa jadi
hanya area kecil yang tidak terbentuk dengan benar. Tapi itu juga bisa berupa
pemisahan besar di langit-langit mulut.
Penyebab Cleft (celah/sumbing)
Penyebab terjadinya Cleft karena gangguan atau terlambatnya
perpindahan sel atau gerakan dari palatum. Ada beberapa penyebab sumbing yang
berhubungan dengan kelainan kraniofasial. Hal ini merupakan kelainan kromosom
dan genetic yang termasuk faktor endogen (internal) Sumbing juga dapat
disebabkan faktor teratogen dan faktor mekanik.
Faktor teratogen yang
menyebabkan cleft adalah:
1.
Merokok
2.
Obat
fentoin/Dilantin (obat asma), valium, kortikosteroid dan timbal (bahan timah untuk tambal gigi zaman dahulu).
3.
Virus
rubella dan influensa.
4.
Kekurangan
gizi.
5.
Obesitas.
6.
Kekurangan
vitamin B 6 dan folic acid (obat penambah darah)
Faktor
gangguan mekanik yang mempengaruhi gangguan perkembangn embrio dan menyebabkan
cleft (celah/sumbing), rahang bawah kecil (micrognathia) dan lidah kecil
(microglosia) pada sindrom Pierre Robin.
Faktor
lingkungan yang dimaksud disini ialah ketika ibu mengandung, terpapar asap
rokok berkepanjangan, terpapar virus contohnya virus rubella dan influenza
sehingga berpengaruh pada perkembangan janin. Kenapa berpengaruh? Karena
Disglosia adalah kelainan anatomi atau struktur disekitar wajah pada masa
perkembangan janin didalam kandungan, biasanya diusia trisemester peprtama. Janin
berkembang pada usia trisemester pertama usia janin 1-3 bulan (4-6 minggu) yang
dimana di usia ini sangat rentan pada perkembangan janin.
Ada
hal-hal tertentu yang dapat meningkatkan risiko melahirkan bayi sumbing. Ini
termasuk : Memiliki riwayat keluarga bibir sumbing atau celah
langit-langit
·
Menggunakan
tembakau, obat-obatan, atau alkohol selama kehamilan
·
Tidak mendapatkan nutrisi yang cukup selama kehamilan,
seperti asam folat
·
Menderita diabetes sebelum hamil
·
Mengambil obat-obatan tertentu, seperti beberapa untuk
epilepsi, selama kehamilan
·
Menjadi gemuk selama kehamilan
·
Mengalami infeksi tertentu selama kehamilan, seperti rubella.
Distorsi dislogia
Disglosia merupakan
istilah yang digunakan karena kesalahan artikulasi berupa distorsi yang
disebabkan karena kelainan bentuk anatomi atau struktur disekitar wajah, terjadi karena adanya gangguan pada
proses tumbuh kembang, dan biasanya
dibawa sejak lahir.
Distorsi pada disglosia
berupa:
·
Glotal
Stop
·
Faringeal
Frikatif
·
Nasaliti
Dan
·
Nasal
Emisi
Glotal
stop yaitu bunyi konsonan
plosif yang diproduksi dengan hambatan pada daerah laring, kemudian dilepaskan
secara tiba-tiba. Prosesnya pada saat itu adalah keaktifan artikulator lidah
untuk menutup atau menghambat udara ekspirasi dengan cara menaikkan ujung
lidah, kemudian melepaskannya dengan cepat. Pada disglosia, proses ini akan
sulit dilakukan, karena proses untuk menahan udara pada bagian belakang dari
laring untuk konsonan stop, maka bunyi yang dihasilkan disebut glotal stop.
Contohnya konsonan /p, b, t/.
Faringeal
frikatif adalah bunyi yang
dihasilkan oleh pergeseran udara yang melalui pembukaan mulut sedikit. Pada
disglosia udara yang dibutuhkan akan keluar melalui hidung dengan pembukaan
yang sempit, dengan cara memindahkan pusat geseran kebelakang lidah dan inilah
yang disebut faringeal frikatif. Misalnya konsonan /f, s, v/.suara di hasilkan
di faring
Nasaliti akan terdengar lebih jelas pada disglosia,
hal ini disebut hipernasaliti yang disebabkan karena bentuk palatum lebih datar
dan adanya celah, sehingga udara akan tetap keluar melalui hidung, misalnya
pada konsonan /k, d, 1/. Hiponasaliti dapat juga terjadi setelah penutupan
celahnya melalui operasi, jadi bunyi suara yang melalui hidung atau nasal tidak
terjadi.
Nasal
Emisi pada disglosia akan
terjadi keborosan udara melalui palatum, sehingga memaksa atau meningkatkan
usaha untuk memproduksi suara lebih keras untuk bunyi konsonan yang tidak
bersuara. Suara yang dihasilkan Bersengau (seperti flu) dari hidung selama
memproduksi bunyi konsonan tidak bersuara disebut suara emisi, contohnya /p, t,
k/.
klasifikasi pada Cleft
WHO (World Health Organization) menyatakan bahwa terdapat berbagai klasifikasi berdasarkan morfologi maupun celah anatomis organ yang terlibat yang bersifat unilateral atau bilateral. Diantaranya unilateral inkomplit yaitu terjadi celah pada satu bibir, namun hidung tidak mengalami kelainan, sedangkan unilateral komplit celah memanjang hingga ke hidung. Adapun bilateral komplit atau inkomplit, jika celah terjadi pada dua sisi bibir tanpa atau dengan melibatkan celah pada hidung. (Widodo, 2018)
1.
Klasifikasi menurut Kernahan dan Stark :
·
Grup I : Celah langit-langit primer, meliputi celah
bibir dan kombinasi celah bibir dengan celah pada tulang alveolar. Celah
biasanya terdapat pada foramen insisivum (gambar 1.A).
·
Grup II : Celah langit-langit sekunder atau celah
yang terdapat di belakang foramen insisivum, meliputi celah langit-langit lunak
dan keras dengan variasinya (gambar 1.B dan 1.C)
· Grup III : Kombinasi celah langit-langit primer dan sekunder (gambar 1.D).
2.
Klasifikasi menurut Veau
·
Tipe 1 : Celah hanya terdapat pada langit-langit
saja (gambar 2.A)
·
Tipe 2 :
Celah terdapat pada langit-langit lunak dan keras di belakang foramen insisivum
(gambar 2.B).
·
Tipe 3 : Celah pada langit-langit lunak dan keras
mengenai tulang alveolar pada satu sisi (gambar 2.C).
·
Tipe 4 : Celah pada langit-langit lunak dan keras
mengenai tulang alveolar pada dua sisi (gambar 2.D).
3. Klasifikasi Cleft (celah/sumbing) berdasarkan
tempat terjadinya (Susan Elias 2004)
a.
Sumbing Prealveolar
ü Sumbing bibir unilateral
ü Sumbing bibir medial
ü Sumbing bibir bilateral
b.
Sumbing
post alveolar (inkomplit) merupakan sumbing pada hard palate dan soft palate.
ü Soft palate dan sebagian dari soft palate.
ü Hard palate dan soft palate, atau sebagian
dari keduanya
ü Submucous cleft (sumbing yang terjadi pada
jaringan lunak di palatum)
c.
Sumbing
alveolar (komplit) merupakan sumbing yang menyeluruh meliputi hard palate, soft
palate, alveolar ridge dan bibir
ü Sumbing unilateral
ü Sumbing alveolar tengah
ü Sumbing alveolar bilateral
Sumber :
Rosmadewi. 2018.
DISGLOSIA. Jakarta: AKADEMI TERAPI WICARA-YBW.
Hernawati, Tati. “Intervensi Hambatan Bicara "Disglosia"”. JASSI_Anakku Volume 11, No.2 (2012).
Cleft https://eprints.umm.ac.id/69697/3/BAB%20II.pdf

Komentar
Posting Komentar